Jumat, 14 Juni 2013
PENDIDIKAN DAN PARIWISATA BALI: DEK ANA, “AYAHKU MENINGGAL, IBUKU KAWIN LAGI”
PENDIDIKAN DAN PARIWISATA BALI: DEK ANA, “AYAHKU MENINGGAL, IBUKU KAWIN LAGI”: Dek Ana bersama kakeknya Wajah yang ceria selalu terpancar dari Dek Ana, panggilan akrab Made Sudana (8). Anak periang yang suka...
Kamis, 13 Juni 2013
PENDIDIKAN DAN PARIWISATA BALI: DEK ANA, “AYAHKU MENINGGAL, IBUKU KAWIN LAGI”
PENDIDIKAN DAN PARIWISATA BALI: DEK ANA, “AYAHKU MENINGGAL, IBUKU KAWIN LAGI”: Dek Ana bersama kakeknya Wajah yang ceria selalu terpancar dari Dek Ana, panggilan akrab Made Sudana (8). Anak periang yang suka...
DEK ANA, “AYAHKU MENINGGAL, IBUKU KAWIN LAGI”
Dek Ana bersama kakeknya
Wajah yang ceria
selalu terpancar dari Dek Ana, panggilan akrab Made Sudana (8). Anak periang
yang suka berpantun ini merupakan siswa SD No.2 Kalisada, Kecamatan Seririt,
Buleleng. Tidak ada beban tersirat di mata Dek Ana. Namun, siapa sangka bocah
ini memiliki kehidupan yang miris.
Kehidupan Dek
Ana tidak pernah diliputi kasih sayang kedua orangtuanya. Pasalnya, sebelum Dek
Ana melihat dunia ini, ayahnya, Made Suarmita (alm) telah berpulang terlebih dahulu.
8 tahun silam, tahun 2005, Made Suarmita (alm.) mengalami kecelakaan maut
bersama anak pertamanya yang tak lain merupakan kakak Dek Ana. Malangnya, Made
Suarmita (alm.) meninggal di lokasi kejadian sedangkan anak sulungnya meninggal
dalam perjalanan menuju ke rumah sakit.
“Rasa kehilangan
sangat saya rasakan saat itu. Dalam hari yang sama, waktu bersamaan, saya harus
kehilangan anak dan cucu saya. Namun, saya berusaha tegar saat pertama kali
mendengar berita kematian mereka,” kenang Wayan Sukadana pilu saat ditemui di
gubuknya, Banjar Dinas Tegallenga, Desa Kalisada, Seririt, Buleleng, Minggu
(20/1).
Dek Ana bisa
dikatakan tidak pernah melihat wajah sang ayah. Namun, kehilangan itu belum
juga berakhir. Setelah ia lahir dan berumur 3 bulan, ia kembali harus rela
kehilangan sosok ibu dalam hidupnya.
“Umur 3 bulan,
menantu saya pergi meninggalkan anaknya, Dek Ana. Lalu menikah lagi. Saya tidak
mempermasalahkan hal itu. Namun, yang saya sesalkan, tidak sekali pun, bahkan
sampai sekarang, bekas menantu saya itu menengok anaknya kemari. Padahal bekas
menantu saya menikah dengan pria yang masih berasal dari desa ini,” tutur Ketut
Yasni, nenek Dek Ana.
Sejak menjadi
yatim piatu, Dek Ana dirawat oleh kakek-neneknya di sebuah gubuk dekat pantai.
Kehidupan Dek Ana tidak begitu mengenal kasih sayang orangtua. Namun, Dek Ana
belum merasakan kesedihan karena usianya yang masih kecil. Kesehariannya begitu
lekat dengan pantai sehingga menjadikannya tumbuh menjadi perenang di laut yang
andal layaknya anak-anak pantai lainnya.
Diasuh
kakek-nenek yang tidak punya penghasilan tetap tidak berarti membuat Dek Ana tidak
mengenal bangku sekolah. Bahkan kakek-neneknya berharap bisa menyekolahkan Dek
Ana minimal sampai SMA. Beruntung, Dek Ana mendapat beasiswa di SDN 2 Kalisada.
Selain itu, Dek Ana sempat diberikan sumbangan uang, pakaian, dan alat tulis
dari turis asal Belanda. Namun, tentu saja itu hanya cukup untuk masa SD.
Bagaimana dengan pendidikan Dek Ana selanjutnya? Kakek-neneknya juga tidak
mengenal sekolah sehingga tidak bisa membimbing Dek Ana belajar di rumah.
Akibatnya, Dek Ana belajar sendiri dan sering malas belajar. Di sekolah, Dek
Ana memang tidak begitu berprestasi.
Di dunia ini,
tidak jarang ditemui orang yang memiliki nasib sama bahkan lebih miris daripada
Dek Ana. Dek Ana hanya potret kecil kehidupan di luar sana yang masih serba
sulit, bahkan untuk pendidikan. Dalam pahitnya kehidupannya sejak kecil dan
himpitan ekonomi pengasuhnya, beruntung Dek Ana tidak kehilangan masa kecilnya
yang penuh kebandelan dan petualangan. Mungkin itulah warisan berharga yang
dititipkan almarhum ayahnya untuk Dek Ana nikmati meskipun tiada harta dan ibu
yang bisa membuatnya bahagia. Jika besar nanti, Dek Ana ingin menjadi seorang
nakhoda agar bisa mengarungi luasnya lautan. (kds)
Langganan:
Postingan (Atom)